BACAAN DEWASA SAAT MENGAMBIL TITIPAN DARI TEMAN AYAH
Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada
36B. Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku,
sehingga tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang
indah sampai rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun
tetap segini-segini saja.
Suatu sore dalam perjalanan pulang
sehabis latihan cheers di sekolah, aku disuruh ayah mengantarkan
surat-surat penting ke rumah temannya yang biasa dipanggil Om Robert.
Kebetulan rumahnya memang melewati rumah kami karena letaknya di
kompleks yang sama di perumahan elit selatan Jakarta.
Om Robert ini walau usianya sudah di
akhir kepala 4, namun wajah dan gayanya masih seperti anak muda. Dari
dulu diam-diam aku sedikit naksir padanya. Habis selain ganteng dan
rambutnya sedikit beruban, badannya juga tinggi tegap dan hobinya
berenang serta tenis. Ayah kenal dengannya sejak semasa kuliah dulu,
oleh sebab itu kami lumayan dekat dengan keluarganya.
Kedua anaknya sedang kuliah di Amerika,
sedang istrinya aktif di kegiatan sosial dan sering pergi ke
pesta-pesta. Ibu sering diajak oleh si Tante Mela, istri Om Robert ini,
namun ibu selalu menolak karena dia lebih senang di rumah.
Dengan diantar supir, aku sampai juga di
rumahnya Om Robert yang dari luar terlihat sederhana namun di dalam ada
kolam renang dan kebun yang luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini,
namun baru kali ini aku datang sendiri tanpa ayah atau ibuku. Masih
dengan seragam cheers-ku yang terdiri dari rok lipit warna biru yang
panjangnya belasan centi diatas paha, dan kaos ketat tanpa lengan warna
putih, aku memencet bel pintu rumahnya sambil membawa amplop besar
titipan ayahku.
Ayah memang sedang ada bisnis dengan Om
Robert yang pengusaha kayu, maka akhir-akhir ini mereka giat saling
mengontak satu sama lain. Karena ayah ada rapat yang tidak dapat
ditunda, maka suratnya tidak dapat dia berikan sendiri.
Seorang pembantu wanita yang sudah
lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku. Sementara
itu kusuruh supirku menungguku di luar.
Ketika memasuki ruang tamu, si pembantu berkata, “Tuan sedang berenang, Non. Tunggu saja di sini biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah datang.”
“Makasih, Bi.” jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.
Sudah 10 menit lebih menunggu, si bibi tidak muncul-muncul juga,
begitu pula dengan Om Robert. Karena bosan, aku jalan-jalan dan sampai
di pintu yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan halaman belakang
dan kolam renangnya yang lumayan besar. Kubuka pintunya dan di tepi
kolam kulihat Om Robert yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh
dengan handuk.Ketika memasuki ruang tamu, si pembantu berkata, “Tuan sedang berenang, Non. Tunggu saja di sini biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah datang.”
“Makasih, Bi.” jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.
“Ooh..” pekikku dalam hati demi melihat
tubuh atletisnya terutama bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di
antara kedua pahanya.
Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Robert menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampirinya.
Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Robert menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampirinya.
“Halo Karin, apa kabar kamu..?” sapa Om Robert hangat sambil memberikan sun di pipiku.
Aku pun balas sun dia walau kagok, “Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?”
“Om baik-baik aja. Kamu baru pulang dari sekolah yah..?” tanya Om Robert sambil memandangku dari atas sampai ke bawah.
Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kaos ketat, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Robert yang ketat itu mengeras.
Aku pun balas sun dia walau kagok, “Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?”
“Om baik-baik aja. Kamu baru pulang dari sekolah yah..?” tanya Om Robert sambil memandangku dari atas sampai ke bawah.
Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kaos ketat, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Robert yang ketat itu mengeras.
“Iya Om, baru latihan cheers. Tante Mella mana Om..?” ujarku basa-basi.
“Tante Mella lagi ke Bali sama teman-temannya. Om ditinggal sendirian nih.” balas Om Robert sambil memasang kimono di tubuhnya.
“Ooh..” jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Robert dengan leluasa lagi.
“Ke dapur yuk..!”
“Tante Mella lagi ke Bali sama teman-temannya. Om ditinggal sendirian nih.” balas Om Robert sambil memasang kimono di tubuhnya.
“Ooh..” jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Robert dengan leluasa lagi.
“Ke dapur yuk..!”
“Kamu mau minum apa Rin..?” tanya Om Robert ketika kami sampai di dapur.
“Air putih aja Om, biar awet muda.” jawabku asal.
Sambil menunggu Om Robert menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya.
“Duduk di sini boleh yah Om..?” tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat.
“Boleh kok Rin.” kata Om Robert sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.
Namun entah karena pandangannya terpaku pada cara dudukku yang
menggoda itu atau memang beneran tidak sengaja, kakinya tersandung ujung
keset yang berada di lantai dan Om Robert pun limbung ke depan hingga
menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku.“Air putih aja Om, biar awet muda.” jawabku asal.
Sambil menunggu Om Robert menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya.
“Duduk di sini boleh yah Om..?” tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat.
“Boleh kok Rin.” kata Om Robert sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.
“Aaah..!” pekikku kaget, sedang kedua tangan Om Robert langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
“Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja Rin. Maaf yah, baju kamu jadi basah semua tuh. Dingin nggak airnya tadi..?” tanya Om Robert sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kaosku.
Aku yang masih terkejut hanya diam mengamati tangan Om Robert yang berada di atas dadaku dan matanya yang nampak berkonsentrasi menyeka kaosku. Putingku tercetak semakin jelas di balik kaosku yang basah dan hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Robert.
“Om.. udah Om..!” kataku lirih.
Dia pun menoleh ke atas memandang wajahku dan bukannya menjauh malah meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.
“Kamu cantik, Karin..” ujarnya lembut.
Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Robert kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Robert, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.
Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Robert kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Robert, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.
Ciumannya makin buas, dan kini Om Robert
turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berciuman, tanganku meraih
pengikat kimono Om Robert dan membukanya. Tanganku menelusuri dadanya
yang bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian mengecupnya lembut.
Sementara itu tangan Om Robert juga tidak mau kalah bergerak mengelus
celana dalamku dari luar, kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku
yang sudah gatal sedari tadi.
Aku melenguh agak keras dan Om Robert
pun makin giat meremas-remas dadaku yang montok itu. Perlahan dia
melepaskan ciumannya dan aku membiarkan dia melepas kaosku dari atas.
Kini aku duduk hanya mengenakan bra hitam dan rok cheersku itu. Om
Robert memandangku tidak berkedip. Kemudian dia bergerak cepat melumat
kembali bibirku dan sambil french kissing, tangannya melepas kaitan
bra-ku dari belakang dengan tangannya yang cekatan.
Kini dadaku benar-benar telanjang bulat.
Aku masih merasa aneh karena baru kali ini aku telanjang dada di depan
pria yang bukan pacarku. Om Robert mulai meremas kedua payudaraku
bergantian dan aku memilih untuk memejamkan mata dan menikmati saja.
Tiba-tiba aku merasa putingku yang sudah tegang akibat nafsu itu menjadi
basah, dan ternyata Om Robert sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya
yang panjang dan tebal. Uh.., jago sekali dia melumat, mencium,
menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri dan kananku.
Tanpa kusadari, aku pun mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om Robert bernafsu.
“Oom.. aah.. aah..!”
“Rin, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini..” godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.
“Ahh.., Om.. gelii..!” balasku manja.
“Oom.. aah.. aah..!”
“Rin, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini..” godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.
“Ahh.., Om.. gelii..!” balasku manja.
“Sshh.. jangan panggil ‘Om’, sekarang panggil ‘Robert’ aja ya, Rin. Kamu kan udah gede..” ujarnya.
“Iya deh, Om.” jawabku nakal dan Om Robert pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
“Eeeh..! Om.. eh Robert.. geli aah..!” kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.
“Iya deh, Om.” jawabku nakal dan Om Robert pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
“Eeeh..! Om.. eh Robert.. geli aah..!” kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.
Entah kapan tepatnya, Om Robert berhasil
meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu aku sudah
telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Robert sendiri sudah
melepas celana renangnya, hanya tinggal memakai kimononya saja. Kini Om
Robert membungkuk dan jilatannya pindah ke selangkanganku yang sengaja
kubuka selebar-lebarnya agar dia dapat melihat isi vaginaku yang merekah
dan berwarna merah muda.
KLIK66 Kemudian lidah yang hangat dan basah itu
pun pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah
dan begitu terus berulang-ulang hingga aku mengerang tidak tertahan.
“Aeeh.. uuh.. Rob.. aawh.. ehh..!”
Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Robert dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.
“Aeeh.. uuh.. Rob.. aawh.. ehh..!”
Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Robert dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.
Badanku terasa mengejang serta cairan
vaginaku terasa mulai meleleh keluar dan Om Robert pun menjilatinya
dengan cepat sampai vaginaku terasa kering kembali. Badanku kemudian
direbahkan di atas meja dan dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah,
sedang Om Robert melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan
penisnya yang besar dan sudah tegang dari tadi ke dalam vaginaku yang
juga sudah tidak sabar ingin dimasuki olehnya.
Perlahan Om Robert mendorong penisnya ke
dalam vaginaku yang sempit dan penisnya mulai menggosok-gosok dinding
vaginaku. Rasanya benar-benar nikmat, geli, dan entah apa lagi, pokoknya
aku hanya memejamkan mata dan menikmati semuanya.
“Aawww.. gede banget sih Rob..!” ujarku karena dari tadi Om Robert belum berhasil juga memasukkan seluruh penisnya ke dalam vaginaku itu.
“Iyah.., tahan sebentar yah Sayang, vagina kamu juga sempitnya.. ampun deh..!”
Aku tersenyum sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.
“Aawww.. gede banget sih Rob..!” ujarku karena dari tadi Om Robert belum berhasil juga memasukkan seluruh penisnya ke dalam vaginaku itu.
“Iyah.., tahan sebentar yah Sayang, vagina kamu juga sempitnya.. ampun deh..!”
Aku tersenyum sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.
Akhirnya setelah lima kali lebih mencoba
masuk, penis Om Robert berhasil masuk seluruhnya ke dalam vaginaku dan
pinggulnya pun mulai bergerak maju mundur. Makin lama gerakannya makin
cepat dan terdengar Om Robert mengerang keenakan.
“Ah Rin.. enak Rin.. aduuh..!”
“Iii.. iyaa.. Om.. enakk.. ngentott.. Om.. teruss.. eehh..!” balasku sambil merem melek keenakan.
“Ah Rin.. enak Rin.. aduuh..!”
“Iii.. iyaa.. Om.. enakk.. ngentott.. Om.. teruss.. eehh..!” balasku sambil merem melek keenakan.
Om Robert tersenyum mendengarku yang
mulai meracau ngomongnya. Memang kalau sudah begini biasanya keluar
kata-kata kasar dari mulutku dan ternyata itu membuat Om Robert semakin
nafsu saja.
“Awwh.. awwh.. aah..!” orgasmeku mulai lagi.
Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Robert yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam memek Diputar begitu rasanya cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya benar-benar nikmat.
“Awwh.. awwh.. aah..!” orgasmeku mulai lagi.
Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Robert yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam memek Diputar begitu rasanya cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya benar-benar nikmat.
Kini posisiku membelakangi Om Robert dan
dia pun mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku
membungkuk ke depan, kedua payudara montokku menggantung bebas dan ikut
berayun-ayun setiap kali pinggul Om Robert maju mundur. Aku pun ikut
memutar-mutar pinggul dan pantatku. Om Robert mempercepat gerakannya
sambil sesekali meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu,
kemudian berpindah ke depan dan mencari putingku yang sudah sangat
tegang dari tadi.
“Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya..
puterr..!” rintihku dan Om Robert serta merta meremas putingku lebih
keras lagi dan tangan satunya bergerak mencari klitorisku.
Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Robert yang sedang merem melek keenakan. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Robert di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.
Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Robert yang sedang merem melek keenakan. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Robert di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.
Putingku diputar-putar makin keras
sambil sesekali payudaraku diremas kuat. Klitorisku digosok-gosok makin
gila, dan hentakan penisnya keluar masuk vaginaku makin cepat. Akhirnya
orgasmeku mulai lagi. Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan
lututku lemas sekali. Begitu juga dengan Om Robert, akhirnya dia
ejakulasi juga dan memuncratkan spermanya di dalam vaginaku yang hangat.
“Aaah.. Riin..!” erangnya.
Om Robert melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan aku berlutut lemas sambil bersandar di samping meja dapur dan mengatur napasku. Om Robert duduk di sebelahku dan kami sama-sama masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru tadi.
Om Robert melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan aku berlutut lemas sambil bersandar di samping meja dapur dan mengatur napasku. Om Robert duduk di sebelahku dan kami sama-sama masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru tadi.
“Sini Om..! Karin bersihin sisanya
tadi..!” ujarku sambil membungkuk dan menjilati sisa-sisa cairan cinta
tadi di sekitar selakangan Om Robert.
Om Robert hanya terdiam sambil mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Setelah bersih, gantian Om Robert yang menjilati selangkanganku, kemudian dia mengumpulkan pakaian seragamku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.
Om Robert hanya terdiam sambil mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Setelah bersih, gantian Om Robert yang menjilati selangkanganku, kemudian dia mengumpulkan pakaian seragamku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.
Setelah mencuci vaginaku dan memakai
seragamku kembali, aku keluar menemui Om Robert yang ternyata sudah
memakai kaos dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum.
“Rin, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?” ujar Om Robert sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.
“Enggak Om, dari dulu Karin emang senang sama Om, menurut Karin Om itu temen ayah yang paling ganteng dan baik.” pujiku.
“Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?” balasnya.
“Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh.”
“Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi.”
“He.. he.. he..” aku tersipu malu.
“Rin, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?” ujar Om Robert sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.
“Enggak Om, dari dulu Karin emang senang sama Om, menurut Karin Om itu temen ayah yang paling ganteng dan baik.” pujiku.
“Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?” balasnya.
“Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh.”
“Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi.”
“He.. he.. he..” aku tersipu malu.
“Oh iya Om, ini titipannya ayah hampir lupa.” ujarku sambil buru-buru menyerahkan titipan ayah pada Om Robert.
“Iya, makasih ya Karin sayang..” jawab Om Robert sambil tangannya meraba pahaku lagi dari dalam rokku.
“Aah.. Om, Karin musti pulang nih, udah sore.” elakku sambil melepaskan diri dari Om Robert.
Om Robert pun berdiri dan mencium pipiku lembut, kemudian mengantarku ke mobil dan aku pun pulang.
“Iya, makasih ya Karin sayang..” jawab Om Robert sambil tangannya meraba pahaku lagi dari dalam rokku.
“Aah.. Om, Karin musti pulang nih, udah sore.” elakku sambil melepaskan diri dari Om Robert.
Om Robert pun berdiri dan mencium pipiku lembut, kemudian mengantarku ke mobil dan aku pun pulang.
Di dalam mobil, supirku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun bertanya.
“Non, kok lama amat sih nganter amplop doang..? Ditahan dulu yah Non..?”
Sambil menahan tawa aku pun berkata, “Iya Pak, dikasih ‘wejangan’ pula..”
Supirku hanya dapat memandangku dari kaca spion dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..
“Non, kok lama amat sih nganter amplop doang..? Ditahan dulu yah Non..?”
Sambil menahan tawa aku pun berkata, “Iya Pak, dikasih ‘wejangan’ pula..”
Supirku hanya dapat memandangku dari kaca spion dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..
No comments:
Post a Comment